Your Ad Here

Minggu, 31 Agustus 2008

Gandrung Banyuwangi

Gandrung Banyuwangi berasal dari kata "gandrung", yang berarti 'tergila-gila' atau 'cinta habis-habisan' dalam bahasa Jawa. Kesenian ini masih satu genre dengan seperti ketuk tilu di Jawa Barat, tayub di Jawa Tengah dan Jawa Timur bagian barat, lengger di wilayah Banyumas dan joged bumbung di Bali, dengan melibatkan seorang wanita penari profesional yang menari bersama-sama tamu (terutama pria) dengan iringan musik (gamelan).

Bentuk kesenian yang didominasi tarian dengan orkestrasi khas ini populer di wilayah Banyuwangi yang terletak di ujung timur Pulau Jawa, dan telah menjadi ciri khas dari wilayah tersebut, hingga tak salah jika Banyuwangi selalu diidentikkan dengan gandrung. Kenyataannya, Banyuwangi sering dijuluki Kota Gandrung dan patung penari gandrung dapat dijumpai di berbagai sudut wilayah Banyuwangi.

Gandrung sering dipentaskan pada berbagai acara, seperti perkawinan, pethik laut, khitanan, tujuh belasan dan acara-acara resmi maupun tak resmi lainnya baik di Banyuwangi maupun wilayah lainnya. Menurut kebiasaan, pertunjukan lengkapnya dimulai sejak sekitar pukul 21.00 dan berakhir hingga menjelang subuh (sekitar pukul 04.00).

Sejarah

Menurut catatan sejarah, gandrung pertama kalinya ditarikan oleh para lelaki yang didandani seperti perempuan dan, menurut laporan Scholte (1927), instrumen utama yang mengiringi tarian gandrung lanang ini adalah kendang. Pada saat itu, biola telah digunakan. Namun demikian, gandrung laki-laki ini lambat laun lenyap dari Banyuwangi sekitar tahun 1890an, yang diduga karena ajaran Islam melarang segala bentuk transvestisme atau berdandan seperti perempuan. Namun, tari gandrung laki-laki baru benar-benar lenyap pada tahun 1914, setelah kematian penari terakhirnya, yakni Marsan.

Gandrung wanita pertama yang dikenal dalam sejarah adalah gandrung Semi, seorang anak kecil yang waktu itu masih berusia sepuluh tahun pada tahun 1895. Menurut cerita yang dipercaya, waktu itu Semi menderita penyakit yang cukup parah. Segala cara sudah dilakukan hingga ke dukun, namun Semi tak juga kunjung sembuh. Sehingga ibu Semi (Mak Midhah) bernazar seperti “Kadhung sira waras, sun dhadekaken Seblang, kadhung sing yo sing” (Bila kamu sembuh, saya jadikan kamu Seblang, kalau tidak ya tidak jadi). Ternyata, akhirnya Semi sembuh dan dijadikan seblang sekaligus memulai babak baru dengan ditarikannya gandrung oleh wanita.

Tradisi gandrung yang dilakukan Semi ini kemudian diikuti oleh adik-adik perempuannya dengan menggunakan nama depan Gandrung sebagai nama panggungnya. Kesenian ini kemudian terus berkembang di seantero Banyuwangi dan menjadi ikon khas setempat. Pada mulanya gandrung hanya boleh ditarikan oleh para keturunan penari gandrung sebelumnya, namun sejak tahun 1970-an mulai banyak gadis-gadis muda yang bukan keturunan gandrung yang mempelajari tarian ini dan menjadikannya sebagai sumber mata pencaharian di samping mempertahankan eksistensinya yang makin terdesak sejak akhir abad ke-20.

Tata Busana Penari

Tata busana penari Gandrung Banyuwangi khas, dan berbeda dengan tarian bagian Jawa lain. Ada pengaruh Bali (Kerajaaan Blambangan) yang tampak.

Bagian Tubuh

Busana untuk tubuh terdiri dari baju yang terbuat dari beludru berwarna hitam, dihias dengan ornamen kuning emas, serta manik-manik yang mengkilat dan berbentuk leher botol yang melilit leher hingga dada, sedang bagian pundak dan separuh punggung dibiarkan terbuka. Di bagian leher tersebut dipasang ilat-ilatan yang menutup tengah dada dan sebagai penghias bagian atas. Pada bagian lengan dihias masing-masing dengan satu buah kelat bahu dan bagian pinggang dihias dengan ikat pinggang dan sembong serta diberi hiasan kain berwarna-warni sebagai pemanisnya. Selendang selalu dikenakan di bahu.

Bagian Kepala

Kepala dipasangi hiasan serupa mahkota yang disebut omprok yang terbuat dari kulit kerbau yang disamak dan diberi ornamen berwarna emas dan merah serta diberi ornamen tokoh Antasena, putra Bima] yang berkepala manusia raksasa namun berbadan ular serta menutupi seluruh rambut penari gandrung. Pada masa lampau ornamen Antasena ini tidak melekat pada mahkota melainkan setengah terlepas seperti sayap burung. Sejak setelah tahun 1960-an, ornamen ekor Antasena ini kemudian dilekatkan pada omprok hingga menjadi yang sekarang ini.

Selanjutnya pada mahkota tersebut diberi ornamen berwarna perak yang berfungsi membuat wajah sang penari seolah bulat telur, serta ada tambahan ornamen bunga yang disebut cundhuk mentul di atasnya. Sering kali, bagian omprok ini dipasang hio yang pada gilirannya memberi kesan magis.

Bagian Bawah

Penari gandrung menggunakan kain batik dengan corak bermacam-macam. Namun corak batik yang paling banyak dipakai serta menjadi ciri khusus adalah batik dengan corak gajah oling, corak tumbuh-tumbuhan dengan belalai gajah pada dasar kain putih yang menjadi ciri khas Banyuwangi. Sebelum tahun 1930-an, penari gandrung tidak memakai kaus kaki, namun semenjak dekade tersebut penari gandrung selalu memakai kaus kaki putih dalam setiap pertunjukannya.

Lain-lain

Pada masa lampau, penari gandrung biasanya membawa dua buah kipas untuk pertunjukannya. Namun kini penari gandrung hanya membawa satu buah kipas dan hanya untuk bagian-bagian tertentu dalam pertunjukannya, khususnya dalam bagian seblang subuh.

Musik Pengiring

Musik pengiring untuk gandrung Banyuwangi terdiri dari satu buah kempul atau gong, satu buah kluncing (triangle), satu atau dua buah biola, dua buah kendhang, dan sepasang kethuk. Di samping itu, pertunjukan tidak lengkap jika tidak diiringi panjak atau kadang-kadang disebut pengudang (pemberi semangat) yang bertugas memberi semangat dan memberi efek kocak dalam setiap pertunjukan gandrung. Peran panjak dapat diambil oleh pemain kluncing.

Selain itu kadang-kadang diselingi dengan saron Bali, angklung, atau rebana sebagai bentuk kreasi dan diiringi electone.

Tahapan-Tahapan Pertunjukan

Pertunjukan Gandrung yang asli terbagi atas tiga bagian:

  • jejer

  • maju atau ngibing

  • seblang subuh Jejer

Bagian ini merupakan pembuka seluruh pertunjukan gandrung. Pada bagian ini, penari menyanyikan beberapa lagu dan menari secara solo, tanpa tamu. Para tamu yang umumnya laki-laki hanya menyaksikan.

Maju

Setelah jejer selesai, maka sang penari mulai memberikan selendang-selendang untuk diberikan kepada tamu. Tamu-tamu pentinglah yang terlebih dahulu mendapat kesempatan menari bersama-sama. Biasanya para tamu terdiri dari empat orang, membentuk bujur sangkar dengan penari berada di tengah-tengah. Sang gandrung akan mendatangi para tamu yang menari dengannya satu persatu dengan gerakan-gerakan yang menggoda, dan itulah esensi dari tari gandrung, yakni tergila-gila atau hawa nafsu.

Setelah selesai, si penari akan mendatang rombongan penonton, dan meminta salah satu penonton untuk memilihkan lagu yang akan dibawakan. Acara ini diselang-seling antara maju dan repèn (nyanyian yang tidak ditarikan), dan berlangsung sepanjang malam hingga menjelang subuh. Kadang-kadang pertunjukan ini menghadapi kekacauan, yang disebabkan oleh para penonton yang menunggu giliran atau mabuk, sehingga perkelahian tak terelakkan lagi.

Seblang subuh

Bagian ini merupakan penutup dari seluruh rangkaian pertunjukan gandrung Banyuwangi. Setelah selesai melakukan maju dan beristirahat sejenak, dimulailah bagian seblang subuh. Dimulai dengan gerakan penari yang perlahan dan penuh penghayatan, kadang sambil membawa kipas yang dikibas-kibaskan menurut irama atau tanpa membawa kipas sama sekali sambil menyanyikan lagu-lagu bertema sedih seperti misalnya seblang lokento. Suasana mistis terasa pada saat bagian seblang subuh ini, karena masih terhubung erat dengan ritual seblang, suatu ritual penyembuhan atau penyucian dan masih dilakukan (meski sulit dijumpai) oleh penari-penari wanita usia lanjut. Pada masa sekarang ini, bagian seblang subuh kerap dihilangkan meskipun sebenarnya bagian ini menjadi penutup satu pertunjukan pentas gandrung.

Perkembangan terakhir

Kesenian gandrung Banyuwangi masih tegar dalam menghadapi gempuran arus globalisasi, yang dipopulerkan melalui media elektronik dan media cetak. Pemerintah Kabupaten Banyuwangi pun bahkan mulai mewajibkan setiap siswanya dari SD hingga SMA untuk mengikuti ekstrakurikuler kesenian Banyuwangi. Salah satu di antaranya diwajibkan mempelajari tari Jejer yang merupakan sempalan dari pertunjukan gandrung Banyuwangi. Itu merupakan salah satu wujud perhatian pemerintah setempat terhadap seni budaya lokal yang sebenarnya sudah mulai terdesak oleh pentas-pentas populer lain seperti dangdut dan campursari.


Sabtu, 30 Agustus 2008

http://www.forex-affiliate.com/main.aspx?ref=65944

BARU BELAJAR Bikin blog, eeeeh temen aku nyuru ikutan program AFFILIATE. di
http://www.forex-affiliate.com/main.aspx?ref=65944
Yau dah Utak Atik Sendiri aja deh , aku bilang begitu, katanya sih ada komisinya kalo kita jadi anggota, kayaknya gampang tuh daftarnya, tapi agak ribet sih..........yah hidup memang butuh perjuangan

Jumat, 29 Agustus 2008

Welcome in Banyuwangi


Visited to Banyuwangi
East Java actually


Visa-Free Short Visit

11 countries and territories are eligible for a "Visa Free" facility. Those holding valid passports from the following countries will be granted a non-extendable 30-day Visa-Free Short Visit Permit upon arrival at an Indonesian international gateway without charge:
1. Brunei Darussalam
2. Chile
3. Hong Kong SAR
4. Macau SAR
5. Malaysia
6. Morocco
7. Peru
8. Philippines
9. Thailand
10. Vietnam
11. Singapore

The official entry requirements for the issuance of a visa-free short visit permit:
1. Passport must be from one of the eleven countries listed above.
2. Passport must be valid for a minimum of 6 (six) months from the date of entry into Indonesia.
3. Onward or return tickets are compulsory.
4. Visitors must enter and exit through one of the 15 airports, 21 seaports or 1 overland border post officially approved as an “international gateway” by the Indonesian Immigration department

Some of The Entry and departure airports are :
· Polonia (Medan)
· Simpang Tiga (Pekanbaru)
· Hang Nadim (Batam)
· Tabing (Padang)
· Soekarno-Hatta (Jakarta)
· Husein Sastranegara (Bandung)
· Juanda (Surabaya)
· Adisumarmo (Solo)
· Ngurah Rai (Denpasar)
· EItari (Kupang)
· Supadio (Pontianak)
· Sepingan (Balikpapan)
· Sam Ratulangi (Manado)
· Pattimura (Ambon)
· Hasanudin (Ujung Pandang)
· Selaparang (Mataram)
· Frans Kaisiepo (Biak)

And the seaports:
· Belawan (Medan)
· BatuAmpar and Sekupang (Batam)
· Tanjung Priok (Jakarta)
· Tanjung Mas (Semarang)
· Tanjung Perak (Surabaya)
· Benoa and Padangbai (Bali)
· Bitung (North Sulawesi)
· Ambon (Maluku)
· Tanjung Pinang (Bintan)

Visa on Arrival Facility (VOA)
Effective August 1, 2005, visitors holding valid passports from certain countries can obtain either a 7 day or 30 day non-extendable visa at any of the 15 airports and 21 seaports designated as “international gateways” by the Indonesian Immigration department. The fee for this visa, payable upon landing, is US$10 for a 7 day visa and US$25 for a 30-day visa.

Nationals of the following countries are eligible to purchase a “visa on arrival (VOA):”
1. Argentina ,
2. Australia,
3. Austria,
4. Bahrain,
5. Belgium ,
6. Brazil,
7. Bulgaria ,
8. Cambodia,
9. Canada,
10. Cyprus
11. Denmark,
12. Egypt,
13. Estonia,
14. Finland,
15. France,
16. Germany,
17. Greece,
18. Hungary,
19. Iceland,
20. India,
21. Iran ,
22. Ireland,
23. Italy,
24. Japan,
25. Kuwait,
26. Laos, 27. Liechtenstein
28. Luxembourg
29. Maldives
30. Malta
31. Mexico
32. Monaco
33. New Zealand,
34. Norway
35. Oman
36. RRC
37. Poland
38. Portugal
39. Qatar
40. Saudi Arabia
41. Russia
42. South Africa
43.South Korea
44. Spain
45. Switzerland
46. Sweden
47. Suriname
48. Taiwan
49. The Netherlands
50. United Arab Emirates
51. United Kingdom
52. United States of America


The official entry requirements for the issuance of a 30 or 7 days day visa-on arrival:
1. Passport must be from one of the countries listed above.
2. Passport must be valid for a minimum of 6 (six) months from the date of entry into Indonesia.
3. Payment of US$10 or US$25 must be paid at the gateway, depending on the length of visa required.
4. Onward or return tickets are compulsory.
5. Visitors must enter and exit through one of the 15 airports or 21 seaports officially approved as an “international gateway” by the Indonesian Immigration department.

Visas-on-arrival are non-extendable and non-convertible to another class of visa. Overstays are charged US$20 per day for over stays up to 60 days. Overstay violations over 60 days are liable to 5 years imprisonment or a fine of Rp. 25 million

Tourist Visa
Individuals not holding a passport from among those nations listed above and eligible either for a visa-free short visit or a purchasable visa-on-arrival (VOA) can apply for a tourist visa at an Indonesian Embassy aboard. Tourist visa are normally granted for a 60 day stay in Indonesia.

Visa Issued on Approval
All visa applications for Business, Tourist and Social Visits from nationals of the following countries need prior approval from an Immigration Office in Indonesia before traveling. The requirements vary depending on the propose visit to Indonesia.
1. Afghanistan
2. Albania
3. Angola
4. Bangladesh
5. Cameroon
6. Cuba
7. Etiopía
8. Ghana
9. Iraq
10. Israel
11. Nigeria
12. North Korea
13. Pakistan
14. Somalia
15. Sri Lanka
16. Tanzania

Other Classes of Visas for Temporary Visitors
There are several other classes of visas available to visitors to Indonesia. If you are making your travel arrangements with www.balidiscovery.com we will be happy to provide you additional information and assistance regarding the following visa classes:

Business Visa
This visa is given by an Indonesian Embassies abroad to applicants visiting Indonesia for normal business activities (including attending a conference/seminar) which do not involve taking up employment or receiving any payments whilst in Indonesia. This visa, valid for a stay of 60 days, can be for a single or multiple visits. This visa is obtainable after application by a sponsoring party in Indonesia to the Department of Immigration.

Social-Cultural Visa
This visa is issued by as Indonesian Embassy abroad to applicants who are going to Indonesia for a social/cultural visit, such as visiting relatives/friends; social organizations; exchange visits between educational institutions; undertaking research and attending training programs in Indonesia. The validity of this visa is for a 60 day stay, but can be extended upon application in Indonesia. This visa is obtainable after application by a sponsoring party in Indonesia to the Department of Immigration.

Employment Visa
This visa is given to applicants whose purpose of visit is to take up employment and require sponsorship by a company or organization in Indonesia.
Limited Stay Permit (KITAS) - This visa is a Temporary Stay Permit (KITAS) and is issued to applicants whose purpose of visit is to stay in Indonesia for a limited period.

NOTICE:
The information supplied was believed correct and current at the time of publication. When in doubt or if you have questions, we strongly suggest that you contact the travel company making your travel arrangement or you’re nearest Indonesian Embassy.